di antara hikmah dari penciptaan manusia di muka bumi ini -selain untuk beribadah hanya kepada Allah saja tanpa mempersekutukannya dengan sesuatu apapun- adalah untuk saling mengenal di antara mereka, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
“Wahai sekalian manusia sungguh kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.” ( al-Hujurat : 13 ).
“Wahai sekalian manusia sungguh kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.” ( al-Hujurat : 13 ).
Berdasarkan ayat ini, ta’aruf (saling mengenal) di antara manusia sangatlah dianjurkan oleh Allah, hal ini memiliki faidah yang sangat banyak, di antaranya untuk menjalin persaudaraan di antara mereka dan dengannya mereka dapat saling tolong-menolong dalam kehidupan sosial bermasyarakat, dan lain-lain. Dan tujuan dari ta’aruf di sini bukanlah untuk hal-hal yang sifatnya negatif, sehingga bisa mengakibatkan terjadinya pelanggaran syariat -seperti yang dilakukan oleh sebagian pemuda sekarang-.
Adapun jika ta’aruf ini dilakukan oleh dua insan dan keduanya telah memiliki kecenderungan yang kuat untuk mengikat tali pernikahan serta sudah siap untuk menerima kehadiran orang baru dalam kehidupannya, -tidak hanya kesiapan lahirnya saja akan tetapi juga kesiapan batin untuk menerima segala kelebihan dan kekurangan pasangan masing-masing demi terwujudnya sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah- maka hal ini lebih dianjurkan lagi. Allah – ta’ala – berfirman,
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu kasih sayang. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (ar-Ruum : 21).
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu kasih sayang. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (ar-Ruum : 21).
Sedangkan proses untuk mengetahui karakter dan pribadi pasangan masing-masing secara detail dan lebih dalam lagi, itu dibutuhkan waktu yang cukup lama, tidak hanya sehari dua hari atau sepekan dua pekan, akan tetapi dibutuhkan waktu bertahun-tahun dengan cara tinggal bersamanya selama itu. Jadi, kalau pun seseorang sudah mempunyai hubungan dengan lawan jenisnya selama beberapa tahun tanpa ikatan pernikahan (pacaran), -dan ini merupakan sebuah kemaksiatan yang selayaknya dihindari oleh setiap muslim- maka tidak ada jaminan bagi keduanya untuk mendapatkan kebahagiaan yang mereka idam-idamkan setelah pernikahan mereka berlangsung.
Betapa banyak kita lihat di luar sana orang-orang yang mempunyai hubungan dengan lawan jenisnya tanpa ikatan pernikahan (berpacaran) dalam waktu yang lama, akan tetapi pada akhirnya banyak juga di antara mereka yang gagal dalam membina rumah tangga setelah melangsungkan pernikahan itu, wal ‘iyaadzu billah… Sebaliknya, tidak sedikit di antara mereka yang melakukan ta’aruf singkat walaupun sehari atau dua hari saja, kemudian disusul dengan pernikahan antara keduanya, nyatanya pernikahan mereka langgeng sampai akhir hayat. Jadi, dalam usia pernikahan Ukhtiyang baru 4 bulan ini, masih dibutuhkan banyak kesabaran dalam mempelajari dan memahami karakter pasangan, di antaranya dengan memperbanyak komunikasi dengannya, meluangkan waktu untuk berdua baik di dalam rumah maupun di luar rumah -walaupun hanya jalan-jalan dan rekreasi ringan-.
Saudariku, setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan di masa lalunya, yang mana kesalahannya ini menjadi lembaran hitam yang pernah mewarnai hidupnya. Namun beruntunglah orang-orang yang mau bertaubat, karena ampunan Allah sangatlah luas hingga meliputi seluruh hambanya yang mau bertaubat kepada-Nya dan mau memperbaiki ke salahan dimasa lalunya. Alhamdulillah, Ukhti telah menyadari dan menyesali kesalahan yang dulu pernah terjadi, semoga Allah melimpahkan segenap ampunan kepada Ukhti dan memberikan taufik untuk tidak mengulangi kesalahan-kesalahan itu.
Kalaupun suami Ukhti masih merasa terbebani dengan masa lalunya, yakinkanlah dengan tutur kata yang lembut, sikap yang santun dan penuh perhatian kepadanya bahwa Ukhti sudah bisa menerima masa lalunya itu. Semoga dengan begitu, dapat merangsang tumbuhnya rasa cinta dari hati sang suami, sehingga dia bisa lebih perhatian lagi kepada Ukhti. Kalau sudah demikian, maka akan lebih mudah baginya untuk menjalankan perannya sebagai suami yang ideal bagi keluarganya. Untuk itu, saya anjurkan kepada kalian berdua agar tidak mengungkit-ungkit masa lalu kalian dan berusahalah untuk menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing demi untuk membina hubungan yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Kemudian, saya anjurkan untuk tidak mencari-cari kesalahan pasangan, terutama di saat munculnya konflik dalam rumah tangga (terlebih lagi dalam keadaan emosi). Bicarakanlah setiap permasalahan dengan kepala dingin dan bermusyawarahlah dengan cara yang baik, sehingga tercapai sebuah solusi yang cemerlang yang dapat menyelesaikan masalah-masalah tersebut dengan bijak. Kalaupun cara itu belum berhaasil, maka berziarahlah kepada salah seorang ustadz guna meminta saran dan nasihat dari beliau untuk mencari solusi yang lebih baik.
Adapun lembaran hitam yang pernah mewarnai kehidupan Ukhti sebelum menikah, tidak perlu diceritakan (dan ini bukan merupakan bentuk kezhaliman). Begitu pula sebaliknya, Ukhti tidak perlu menanyakan atau menyinggung kembali sisi gelap yang pernah dilalui oleh sang suami, karena hal itu bisa memicu keretakan hubungan rumah tangga kalian berdua. Lebih baik, pilihlah materi-materi pembicaraan yang sifatnya santai seperti : bercanda ringan, atau yang bisa mendatangkan maslahat di hari esok.
Komunikasi yang baik antara pasutri adalah salah satu kunci kebahagiaan dan keharmonisan dalam membina rumah tangga. Didukung lagi dengan adanya kejujuran, pengertian, keterbukaan, dan mau bermusyawarah dalam setiap permasalahan yang perlu dimusyawarahkan -walaupun membicarakan hal-hal yang kecil sekalipun- serta adanya sikap lapang dada dalam menerima nasihat, saran, dan kritik dari pasangan. Adapun jarak yang berjauhan sekarang ini, seharusnya tidak menghalangi komunikasi dan saling memberikan perhatian antara kalian berdua, terlebih lagi didukung dengan adanya alat komunikasi yang sangat canggih di zaman ini, di antaranya melalui telepon, HP, internet, dll. Saya sarankan kepada Ukhti agar sebisa mungkin tetap menjaga komunikasi yang baik dengan suami dan berikanlah perhatian yang lebih kepadanya, apalagi dalam kondisi-kondisi seperti sekarang ini agar sang suami tidak merasa jenuh dan kesepian.
Mulailah memperbaiki hubungan dengannya sedini mungkin, walaupun harus diawali dengan komunikasi jarak jauh. Dan kalaupun ada berita tentang kepulangannya dari luar kota, persiapkan diri untuk menyambutnya dengan berdandan dan berbusana sebagus mungkin. Selain itu, siapkan peralatan dan kebutuhannya setelah safar dan berikan pelayanan kepadanya sebaik mungkin, misalnya menyediakan air hangat untuk mandi juga menyiapkan makanan dan minuman yang disukai. Dan yang lebih penting dari itu, tetap jagalah komunikasi yang baik dengannya di sela-sela pelayanan Ukhti kepadanya, agar komunikasi yang sudah mulai dirajut dengan baik sebelumnya akan bertambah erat.
Kemudian saya ingatkan sekali lagi, janganlah Ukhti membuka lembaran-lembaran hitam yang pernah Ukhti alami atau mengungkit-ungkit kembali masa lalu yang kelam tersebut -apalagi masa lalu sang suami-. Kuburlah hal itu dalam-dalam, semoga taubat Ukhti dan suami nanti bisa menghapus dosa dan kesalahan kalian berdua di masa lampau, dan semoga Allah selalu menurunkan rahmat dan hidayah-Nya kepada keluarga Ukhti serta mengumpulkan kita semua di dalam surga-Nya. Amiin…Wallahu a’lam bisshawab. (Ustadz Abu Abdil Aziz As-Solowy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar