Semoga Allah senantiasa memberikan kepada kita taufik-Nya dalam menghadapi segala problematika kehidupan hingga kita mampu bersabar dan mengambil solusi tepat sesuai apa yang dicontohkan oleh Nabi kita.
Dalam permasalahan yang antum hadapi, ada beberapa poin penting yang bisa kita cermati, yaitu sejauh mana kewajiban istri kepada kedua orang tua suaminya (baca: mertua). Kedua, apa penyebab condongnya istri kepada kedua orang tuanya saja. Dan ketiga, bagaimana cara menasihati orang lain tanpa menyinggung perasaannya.
Dalam permasalahan yang antum hadapi, ada beberapa poin penting yang bisa kita cermati, yaitu sejauh mana kewajiban istri kepada kedua orang tua suaminya (baca: mertua). Kedua, apa penyebab condongnya istri kepada kedua orang tuanya saja. Dan ketiga, bagaimana cara menasihati orang lain tanpa menyinggung perasaannya.
Poin pertama: Sejauh mana kewajiban istri kepada mertuanya?
Kita ketahui bersama, bahwa seorang suami harus menjaga hak-hak kedua orang tua istrinya. Suami harus bisa menjaga tali silaturahim dan berbakti orang tua istrinya. Demikian pula seorang istri, dia berkewajiban menjaga hak-hak orang tua suaminya. Seorang istri harus bisa memahami betapa besar kasih sayang kedua orang tua suaminya kepada suaminya. Oleh karenanya, tidak sepantasnya hal ini menjaga pemicu api cemburu hingga dia ingin menjauhkan suaminya dari kedua orangtuanya.
Kita ketahui bersama, bahwa seorang suami harus menjaga hak-hak kedua orang tua istrinya. Suami harus bisa menjaga tali silaturahim dan berbakti orang tua istrinya. Demikian pula seorang istri, dia berkewajiban menjaga hak-hak orang tua suaminya. Seorang istri harus bisa memahami betapa besar kasih sayang kedua orang tua suaminya kepada suaminya. Oleh karenanya, tidak sepantasnya hal ini menjaga pemicu api cemburu hingga dia ingin menjauhkan suaminya dari kedua orangtuanya.
Jika seorang istri menginginkan keberkahan dari Allah dalam keluarganya, hendaklah dia membantu suaminya untuk berbakti kepada kedua orang tuanya, bukan malah menyakitinya, atau memutuskan silaturahim dengan mereka.
Betapa banyak para mertua yang menangis melihat tingkah laku menantunya, betapa banyak para mertua yang sakit hatinya karena perilaku menantunya yang menyayat hati mereka. Ingatlah, ketika seorang istri mengajarkan suaminya untuk durhaka terhadap kedua orang tuanya, maka sebenarnya dia telah melakukan dua dosa atau dua kesalahan sekaligus, yaitu dosa durhaka kepada kedua orang tua dan dosa kedua adalah dosa memutuskan hubungan kekerabatan atau tali silaturahim.
Betapa banyak para mertua yang menangis melihat tingkah laku menantunya, betapa banyak para mertua yang sakit hatinya karena perilaku menantunya yang menyayat hati mereka. Ingatlah, ketika seorang istri mengajarkan suaminya untuk durhaka terhadap kedua orang tuanya, maka sebenarnya dia telah melakukan dua dosa atau dua kesalahan sekaligus, yaitu dosa durhaka kepada kedua orang tua dan dosa kedua adalah dosa memutuskan hubungan kekerabatan atau tali silaturahim.
Poin kedua: Mengapa istri lebih condong kepada kedua orang tuanya sendiri daripada mertua?
Sebelum Anda memvonis bahwa ipar Anda lebih condong kepada kedua orang tuanya sendiri daripada kedua orang tua suami, atau lebih ekstrim dia telah melupakan mertua, seyogianya Anda cermati terlebih dahulu penyebab perilaku istri saudara Anda yang jarang berkunjung kepada kedua orang tua suami, bahkan sekadar mengajak anak-anak mereka berdua bermain di rumah kakek mereka. Hal ini bisa jadi dikarenakan, terkadang orang tua suami terlalu ikut campur dengan urusan rumah tangga mereka, sehingga sang istri tidak betah atau lebih mengutamakan untuk menjauh dari mertua daripada menimbulkan perselisihan dan cekcok. Hal ini bisa dimengerti, karena biasanya seorang istri apabila mertua terlalu ikut campur, maka dia memiliki dua pilihan:
Pertama, dia bersabar atas perilaku mertua dan mengharap pahala dari Allah, opsi pertama ini lebih baik.
Kedua, dia memerhatikan kerusakan yang ditimbulkan apabila terlalu dekat dengan mertua terlebih dahulu. Apabila dampak kerusakannya lebih besar, maka dia bisa meminta suaminya untuk tidak terlalu dekat dengan mertua dengan pertimbangan di atas.
Pertama, dia bersabar atas perilaku mertua dan mengharap pahala dari Allah, opsi pertama ini lebih baik.
Kedua, dia memerhatikan kerusakan yang ditimbulkan apabila terlalu dekat dengan mertua terlebih dahulu. Apabila dampak kerusakannya lebih besar, maka dia bisa meminta suaminya untuk tidak terlalu dekat dengan mertua dengan pertimbangan di atas.
Oleh karena itu, sebelum kita menetapkan perilaku istri saudara Anda yang terkesan menyakiti kedua orang tua suaminya, alangkah baiknya dilihat dan dicari sebenarnya penyebabnya itu dari pihak orang tua suami atau pihak istri itu sendiri.
Poin ketiga: Cara menasihati saudara?
Jika memang ternyata perilaku istri saudara Anda ada kekurangan, yaitu dia lebih mengutamakan kedua orang tuanya dari pada mertua, atau mungkin malah menyakiti kedua orang tua suami, maka sebagai saudara seagama bahkan sekandung, hendaklah Anda menasihatinya dengan memerhatikan adab-adab memberi nasihat, antara lain:
a. Hanya mengharap wajah Allah
Semata-mata untuk mengharapkan wajah Allah l. Karena yang demikian ini berarti pemberi nasihat akan mendapatkan ganjaran dari Allah k, sehingga Allah pun akan membantu Anda agar orang yang dinasihati diberikan hidayah oleh-Nya.
b. Tidak ingin membongkar aib saudara kita
Inilah perbedaan antara menasihati dengan mencela. Tujuan pemberi nasihat adalah untuk melakukan perbaikan, menutup rahasia (keburukan orang yang dinasihati), dan memperbaiki kekurangan. Sebaliknya, tujuan seorang pencela adalah untuk membongkar rahasia dan aib, menyebarkan kerusakan dan melakukan perusakan, menimbulkan kebencian dalam dada (bagi orang yang dinasihati).
c. Tidak menasihati saudara kita di hadapan orang banyak. Menasihati orang lain itu artinya kita ingin menutup kekurangan yang ada dalam dirinya, tentu hal ini tidak mungkin terlaksana kecuali saat orang yang ingin kita nasihati dalam keadaan lapang dadanya dan jernih pikirannya. Kondisi lapang dada dan jernih pikiran tidak mungkin terwujud kecuali saat sendirian bukan di depan orang banyak.
Ibnu Rajab berkata, “Para salaf apabila ingin menasihati, mereka menasihati secara sembunyi-sembunyi.”
Nasihat yang disampaikan di keramaian, sesungguhnya telah membantu setan untuk mencelakakan saudaranya. Yakni dengan mengumbar aib, kejelekan dan sifat-sifat buruknya di hadapan orang banyak. Maka perhatikanlah keadaan ini, bagaimana penerima nasihat akan menerima akan menerima nasihat Anda, ketika itu penerima nasihat malah sibuk memikirkan bagaimana menangkis dan menangkal aib-aib dirinya yang telah diumbar oleh Anda, dan tidak lagi memikirkan nasihat yang Anda berikan.
Imam Abu Hatim bin Hibban al Busti rohimahulloh berkata, “Namun nasihat tidaklah wajib diberikan kecuali dengan cara rahasia. Karena orang yang menasihati saudaranya secara terang-terangan pada sejatinya ia telah memperburuknya (keadaan penerima nasihat). Barangsiapa yang memberi nasihat secara rahasia, maka dia telah menghiasinya. Maka menyampaikan sesuatu kepada seseorang muslim dengan cara menghiasinya, lebih utama daripada bermaksud untuk memburukkannya.” (Raudhatul Uqala’, hal. 196)
d. Menasihati dengan lemah lembut. Menasihati orang lain itu ibarat membuka pintu yang terkunci, pintu tersebut tidak mungkin dibuka tanpa menimbulkan kerusakan kecuali dengan kunci yang sesuai. Demikian pula hati seseorang yang ingin kita nasihati membutuhkan cara yang tepat agar mereka menerima nasihat dan tidak tersinggung. Maka, pintu itu adalah hati, dan kuncinya adalah nasihat yang disampaikan dengan lemah lembut, santun, dan halus. Ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammadshollallohu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ
“Sesungguhnya kelemahlembutan tidaklah berada dalam sesuatu kecuali menghiasinya. Dan tidaklah terpisah dari sesuatu kecuali ia perburuk.” (Riwayat Muslim no. 2594)
Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam mengatakan hal ini kepada ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha,
إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الأَمْرِ كُلِّهِ
“Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha Lembut yang mencintai kelembutan dalam seluruh perkara.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
Sebagaimana disebutkan pula dalam sebuah hadits,
مَنْ يُحْرَمْ الرِّفْقَ يُحْرَمْ الْخَيْرَ
“Orang yang dijauhkan dari sifat lemah lembut, maka ia dijauhkan dari kebaikan.” (Riwayat Muslim)
e. Tidak memaksa orang yang ingin kita nasihati untuk menerima nasihat kita, karena orang yang menasihati tidak memiliki hak itu, dia hanya sebatas memberi masukan dan pengarahan saja.
a. Hanya mengharap wajah Allah
Semata-mata untuk mengharapkan wajah Allah l. Karena yang demikian ini berarti pemberi nasihat akan mendapatkan ganjaran dari Allah k, sehingga Allah pun akan membantu Anda agar orang yang dinasihati diberikan hidayah oleh-Nya.
b. Tidak ingin membongkar aib saudara kita
Inilah perbedaan antara menasihati dengan mencela. Tujuan pemberi nasihat adalah untuk melakukan perbaikan, menutup rahasia (keburukan orang yang dinasihati), dan memperbaiki kekurangan. Sebaliknya, tujuan seorang pencela adalah untuk membongkar rahasia dan aib, menyebarkan kerusakan dan melakukan perusakan, menimbulkan kebencian dalam dada (bagi orang yang dinasihati).
c. Tidak menasihati saudara kita di hadapan orang banyak. Menasihati orang lain itu artinya kita ingin menutup kekurangan yang ada dalam dirinya, tentu hal ini tidak mungkin terlaksana kecuali saat orang yang ingin kita nasihati dalam keadaan lapang dadanya dan jernih pikirannya. Kondisi lapang dada dan jernih pikiran tidak mungkin terwujud kecuali saat sendirian bukan di depan orang banyak.
Ibnu Rajab berkata, “Para salaf apabila ingin menasihati, mereka menasihati secara sembunyi-sembunyi.”
Nasihat yang disampaikan di keramaian, sesungguhnya telah membantu setan untuk mencelakakan saudaranya. Yakni dengan mengumbar aib, kejelekan dan sifat-sifat buruknya di hadapan orang banyak. Maka perhatikanlah keadaan ini, bagaimana penerima nasihat akan menerima akan menerima nasihat Anda, ketika itu penerima nasihat malah sibuk memikirkan bagaimana menangkis dan menangkal aib-aib dirinya yang telah diumbar oleh Anda, dan tidak lagi memikirkan nasihat yang Anda berikan.
Imam Abu Hatim bin Hibban al Busti rohimahulloh berkata, “Namun nasihat tidaklah wajib diberikan kecuali dengan cara rahasia. Karena orang yang menasihati saudaranya secara terang-terangan pada sejatinya ia telah memperburuknya (keadaan penerima nasihat). Barangsiapa yang memberi nasihat secara rahasia, maka dia telah menghiasinya. Maka menyampaikan sesuatu kepada seseorang muslim dengan cara menghiasinya, lebih utama daripada bermaksud untuk memburukkannya.” (Raudhatul Uqala’, hal. 196)
d. Menasihati dengan lemah lembut. Menasihati orang lain itu ibarat membuka pintu yang terkunci, pintu tersebut tidak mungkin dibuka tanpa menimbulkan kerusakan kecuali dengan kunci yang sesuai. Demikian pula hati seseorang yang ingin kita nasihati membutuhkan cara yang tepat agar mereka menerima nasihat dan tidak tersinggung. Maka, pintu itu adalah hati, dan kuncinya adalah nasihat yang disampaikan dengan lemah lembut, santun, dan halus. Ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammadshollallohu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ
“Sesungguhnya kelemahlembutan tidaklah berada dalam sesuatu kecuali menghiasinya. Dan tidaklah terpisah dari sesuatu kecuali ia perburuk.” (Riwayat Muslim no. 2594)
Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam mengatakan hal ini kepada ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha,
إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الأَمْرِ كُلِّهِ
“Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha Lembut yang mencintai kelembutan dalam seluruh perkara.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
Sebagaimana disebutkan pula dalam sebuah hadits,
مَنْ يُحْرَمْ الرِّفْقَ يُحْرَمْ الْخَيْرَ
“Orang yang dijauhkan dari sifat lemah lembut, maka ia dijauhkan dari kebaikan.” (Riwayat Muslim)
e. Tidak memaksa orang yang ingin kita nasihati untuk menerima nasihat kita, karena orang yang menasihati tidak memiliki hak itu, dia hanya sebatas memberi masukan dan pengarahan saja.
f. Memilih waktu yang tepat. Karena terkadang seseorang itu sedih, keruh hatinya, atau sedang memiliki masalah hingga dia tidak siap untuk menerima nasihat kita. Ibnu Mas’ud rodhiyallahu ‘anhu berkata,
“Hati itu memiliki rasa suka dan keterbukaan. Hati juga memiliki kemalasan dan penolakan. Maka raihlah ketika ia suka dan menerima. Dan tinggalkanlah ia ketika ia malas dan menolak.” (al –Adab asy-Syar’iyyah, karya Ibnu Muflih)
Demikianlah, semoga dengan adab-adab tersebut, Anda berhasil memberikan nasihat kepada ipar Anda tanpa tersinggung perasaannya. Wallahu a’lam.
“Hati itu memiliki rasa suka dan keterbukaan. Hati juga memiliki kemalasan dan penolakan. Maka raihlah ketika ia suka dan menerima. Dan tinggalkanlah ia ketika ia malas dan menolak.” (al –Adab asy-Syar’iyyah, karya Ibnu Muflih)
Demikianlah, semoga dengan adab-adab tersebut, Anda berhasil memberikan nasihat kepada ipar Anda tanpa tersinggung perasaannya. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar