Perjalanan isra dan mi’raj adalah sebuah perjalanan yang menunjukkan kebesaran Allah Ta’ala dan keagungan ayat-ayat-Nya. Sebuah perjalanan yang tidak mampu dicapai oleh kecerdasan akal manapun untuk melogikakannya. Sebuah perjalanan yang menunjukkan betapa mulia orang yang diperjalankan pada malam itu, yakni Nabi kita Muhammad bin Abdullah shalawatu Rabbi wa salamuhu ‘alaihi.
Sebagaimana telah berlalu penjelasan hikmah dari perjalanan isra dan mi'raj bahwasanya perjalanan ini merupakan anugerah ruhiyah kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, memantapkan hati beliau, dan mengokohkan langkah beliau dalam mengarungi perjalanan dakwah yang begitu berat. Perjalanan ini juga sekaligus menjadi pembeda mana orang-orang yang benar keimanannya kepada beliau dan mana orang-orang yang mengkufurinya.
Isra adalah perjalanan yang dilakukan Nabi di bumi, yang merupakan perjalanan yang ajaib dalam pandangan logika manusia. Perjalanan ini adalah perjalanan dari Masjid al-Haram di Mekah menuju Masjid al-Aqsha di Jerusalem, Palestina. Perjalanan antar negeri ini dilalui dengan kecepatan yang luar biasa, jarak antara kedua masjid atau kota tersebut biasanya ditempuh dalam beberapa hari, namun Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam hanya menempuhnya kurang dari satu malam atau dalam sebagian waktu di malam hari. Allah Ta’ala berfirman,
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Isra: 1)
Adapun mi’raj adalah perjalanan langit. Sebuah perjalanan dari bumi kemudian melintasi lapisan langit yang tujuh menuju sidratul muntaha dan kembali lagi ke Masjid al-Haram. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ رَآَهُ نَزْلَةً أُخْرَى عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى لَقَدْ رَأَى مِنْ آَيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى
“Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (QS. An-Najm: 13-18)
Dua perjalanan ini ditempuh hanya dalam satu malam saja, dan terjadi satu tahun sebelum Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah.
Apakah Isra dan Mi’raj Merupakan Mukjizat?
Sebagaimana telah kita ketahui mukjizat adalah suatu peristiwa atau kejadian menakjubkan yang terjadi di luar kebiasaan. Allah Subhanahu wa Ta’ala menampakkan kejadian tersebut melalui tangan para nabi dan rasul-Nya sebagai bukti kebenaran dakwah mereka. Kejadian itu tidak mungkin dikalahkan. Selain itu, mukjizat selalu diiringi dengan pengakuan kenabian. Diistilahkan dengan mukjizat karena apa yang datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala itu membuat manusia lemah untuk mendatangkan yang semisal, apalagi mengalahkannya. Mukjizat juga merupakan tantangan yang diajukan oleh orang-orang kafir kepada para nabi, lalu Allah memenangkan nabi-nabi-Nya dari para penentang itu. Inilah makna mukjizat yang disepakati oleh Imam as-Suyuthi dalam al-Itqan fi Ulumil Quran.
Jika disimak dari pengertian di atas, maka isra dan mi’raj tidak mencakup pengertian mukjizat secara utuh karena mukjizat tidak dipinta oleh orang-orang kafir Quraisy Mekah, tidak juga disaksikan oleh mereka sebagaimana mukjizat nabi-nabi lainnya, kemudian para penentang ini tidak dipinta untuk mendatangkan hal serupa. Isra dan mi’raj hanya mengandung bagian dari pengertian mukjizat berupa kejadian menakjubkan yang terjadi di luar kebiasaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar