Latest News

Sabtu, 13 Februari 2016

Menghitung zakat uang



Uang yang dimiliki seorang muslim wajib dizakati jika memenuhi 2 (dua) kriteria sebagai berikut :

Pertama, sudah mencapai nishab. Dalam hal ini kami memilih nishab emas (bukan nishab perak), yaitu 20 dinar, atau 85 gram emas. (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, 2/773). Misalkan harga 1 gram emas Rp 200.000, maka nishab zakat uang adalah = 85 gram emas x Rp 200.000 = Rp 17 juta.

Kedua, harta senishab (atau lebih) itu sudah berlalu satu tahun qamariyah/hijriyah (sudah haul) sejak dimiliki.

Jika uang yang dimiki seseorang sudah memenuhi kedua kriteria tersebut, maka zakat yang dikeluarkan besarnya adalah 2,5 % dari total uang yang dimiliki. (Abdul Qadim Zalum, Al-Amwal fi Daulah Al-Khilafah, hal.175).

Apakah uang yang dimiliki hamba Allah di atas sudah memenuhi dua kriteria tersebut? Untuk itu perlu ditinjau lebih dulu satu persatu rincian uang yang diberikan di atas, sebagai berikut :

Pertama, uang Rp 7.000.000 (tujuh juta rupiah) yang dibayarkan sebagai cicilan/angsuran untuk membeli tanah, tidak dizakati. Karena uang itu bukan lagi milik hamba Allah itu, tapi sudah menjadi milik orang lain, yaitu si penjual tanah. Yang dizakati adalah uang yang menjadi hak milik sempurna (al-milku at-tam). Kalau sudah dibayarkan kepada orang lain, berarti hak milik telah hilang dan berpindah kepada orang lain sehingga tidak wajib dizakati. (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, 2/741-743).

Kedua, uang sebesar Rp 2.500.000 untuk modal usaha bersama, tidak dizakati. Mengapa? Karena dua alasan : Pertama, modal itu belum mencapai nishab, yaitu sebesar Rp 17 juta. Kedua, usaha baru berjalan 3 bulan. Jadi belum sampai satu tahun (haul), atau 12 bulan. (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, 2/799, bab Zakat Asy-Syirkah Al-Mudharabah).

Ketiga, uang sebesar Rp 20.250.000 (dua puluh juta dua ratus lima puluh ribu rupiah) yang dipinjamkan kepada saudara, wajib dizakati. Dengan syarat : pinjaman itu sudah berlangsung selama satu tahun (haul).

Zakat ini dikenal dengan istilah zakat piutang, yaitu zakat untuk uang yang diutangkan/dipinjamkan oleh seseorang kepada pihak lain. Piutang ini dizakati atau tidak? Patokan hukumnya : jika piutang itu ada pada orang kaya yang tidak suka menunda-nunda pembayaran utangnya (ghaniy ghairu mumaathil), dan piutang itu dapat ditarik kembali kapan saja, maka piutang itu wajib dizakati, walaupun uangnya secara de facto tidak ada di tangan yang punya. Jika piutang itu ada pada orang yang kesusahan (miskin), atau pada orang kaya tapi suka menunda-nunda pembayaran utangnya (ghany mumaathil), maka piutang itu tidak dizakati, hingga piutang itu benar-benar sudah dikembalikan kepada pihak yang meminjamkan uang. (Abdul Qadim Zalum, Al-Amwal fi Daulah Al-Khilafah, hal.181-182).

Menurut kami, karena uang Rp 20.250.000 tersebut dipinjamkan kepada saudara, bukan kepada orang lain yang bukan saudara, maka terdapat indikasi kuat (ghalabatuzh zhann) bahwa utang ini mudah ditarik sewaktu-waktu. Maka piutang ini wajib untuk dizakati, bukannya tidak dizakati. Meski secara nyata uangnya tidak ada di tangan.

Keempat, uang sebesar Rp 2.000.000 (dua juta rupiah) yang ada di tabungan, wajib dizakati. Memang jika uang yang dimiliki hanya yang di tabungan ini, benar tidak dizakati karena belum mencapai nishab (Rp 17 juta).

Tapi kami berpendapat, uang yang dimiliki hamba Allah di atas sebenarnya bukan hanya tabungan ini, tapi ada uang lain, yaitu piutang yang masih ada di tangan saudaranya. Karena itu, tabungan ini hendaknya digabungkan hitungannya dengan piutang yang besarnya Rp 20.250.000.

Jadi total uang yang terkena kewajiban zakat besarnya adalah = Rp 20.250.000 + Rp 2.000.000 = Rp 22.250.000 (dua puluh dua juta dua ratus lima puluh ribu rupiah).

Dengan demikian, zakat yang wajib dikeluarkan besarnya adalah = 2,5 % x Rp 22.250.000 = Rp 556.250,- (lima ratus lima puluh enam dua ratus lima puluh rupiah).

Wallahu a'lam.

Uang Juga Perlu DIkeluarkan Zakatnya
Uang Juga Perlu DIkeluarkan Zakatnya



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog