Ruangan itu terang benderang disiram cahaya lampu. Seorang remaja bergegas turun dari bangku dan meninggalkan panggung. Seorang juri kemudian memanggil "Musa Laudi Abu Hanafi min Indonesia... "
Seorang bocah langsung menuju panggung. Saat melihat Musa, bocah kecil itu, seorang panitia menghampiri dan menuntunnya dengan dua tangan, seolah takut bocah itu terjatuh.
Tampil di depan deretan para juri yang alim, Wajah Musa tampak tegang. Dia menoleh ke belakang melihat ke arah deretan tamu. Seketika itu pula senyumnya mengembang.
Ia ambil kertas di meja dan diserahkan kepada juri. Sang panitia menuntunnya menuju kursi peserta lomba hafalan Quran tingkat dunia yang digelar di Jeddah, 2014 lalu.
Kaki kursi itu masih lebih besar dibanding kaki Musa, dimana usianya masih belum genap 6 tahun. Belum juga tenang duduknya dia melirik kembali ke arah tamu mencari-cari seseorang.
Rupanya dia masih mendapatkan bahwa ayahnya berada diantara deretan tamu. Sang ayah segera bergeser mencari tempat duduk agar ia bisa terlihat langsung dari tempat Musa duduk. "ketika itu tempat duduknya terhalangi dekorasi panggung, oleh sebab itu saya bergeser, " sebutan Hanafi, ayah Musa yang mengenang peristiwa itu.
Berdasarkan kertas yang didapat, juri membacakan sebuah penggalan ayat dari Kitab Suci Al Quran..., kemudian berhenti untuk dilanjutkan oleh peserta. Musa diminta melanjutkan. Bocah itu melanjutkan dengan suara cadelnya dengan lancar. Kembali juri membacakan surat lainnya. Kali ini Musa pun bisa melanjutkan tanpa kesulitan.
Tidak cuma 2 kali, beberapa surat untuk juz yang berbeda nyatanya bisa dilewati dengan tenang oleh Musa. Juripun terkagum-kagum. Sedangkan penonton terlihat tersenyum manggut-manggut meresapi lantuan ayat-ayat Alquran yang sedang dibacakan Musa. Juri tidak ragu lagi. Bocah yang berasal dari Bangka Belitung, Indonesia tersebut dapat dipastikan hafal 30 juz Al Quran tanpa terkecuali.
Dari sekitar 60 meter di depan panggung, ayah Musa yang pekerjaannya menjadi petani, sangat terlihat tegang saat melihat penampilan putra sulungnya itu.
"Saat dipanggil maju memang terlihat gugup. Sebab ia tidak bisa jauh dari saya. Ketika dituntun panitia ke panggung, ia selalu menengok melihat saya. Jadi saya berusaha agar terlihat oleh dia seterusnya. Agar dia merasa tenang. Alhamdulillah, ia dapat menyelesaikan hafalan dengan baik, " kata Hanafi menceritakan peristiwa yang membanggakan tersebut.
Dewan Juri setuju memberikan nilai istimewa, 90. 83 dari skala angka 100 yang menjadi nilai sempurna. Memang Musa hanya menempati peringkat 12 diantara 25 remaja lain yang menjadi peserta. Menurut juri, Musa kalah dari sisi penilaian makhroj (lafal), karena masih cadel. Tapi dari sisi hafalan, Musa memang menarik perhatian para juri.
Menurut sang ayah, Musa saat tampil sedikit kelelahan, karena ia tetap menjalani shaum Ramadan. Sedangkan peserta lain rata-rata memilih berbuka. " Musa masih mau berpuasa. Jadi kelihatannyaia agak kelelahan,” ujar Hanafi yang juga seorang guru mengaji.
Menurutnya , putranya itu tidak rewel ketikaberada di Jeddah selama 12 hari. Meski sang ibu, Yulianti, tidak turut mendampinginya ke sana. Sebelum berlomba, si sulung dari 3 bersaudara ini terus latihan untuk mengasah kemampuan hafalannya. Cuaca terik tak mengendurkan semangat Musa. Dan hasilnya, sungguh luar biasa!
Kemampuan Musa rupanya 'mempesona' para ulama Negeri tersebut. Mereka sekeluarga diminta untuk tinggal di sana. Namun Hanafi menolaknya. Karena, keluarga Musa lebih betah tinggal di negeri sendiri.
Musa Sang Hafiz Cilik Dan Keluarganya |
Setibanya ke Tanah Air, kisah Musa kian tersohor. Sebelumnya, ia sudah jadi 'buah bibir' saat mengikuti lomba menghafal Alquran di salah 1 stasiun televisi nasional. Saat itu, ia baru bisa menghafal 29 juz Alquran.
Tapi aksi Musa sungguh sangat memukau. Juri dan penonton banyak yang sampai meneteskan air mata, menangis haru. Bahkan, salah satu juri, Amir Faishol, pakar tafsir Alquran, spontan melangkah menghampiri Musa. Juri tersebut mencium tangan dan kening Musa.
Tidak heran banyak orang semakin penasaran dengan kemampuan bocah yang bercita-cita menjadi penerbang tersebut. Para orangtua bahkan banyak yang berharap anaknya bisa seperti Musa.
Undangan Musa untuk tampil sebagai bintang tamu di berbagai acara keagamaan serta pengajian dating silih berganti. Tak cuma di dalam negeri, tapi juga ke negera tetangga, Malaysia.
"Diundang ke negeri Malaysia seminggu sesudah pulang dari Jeddah. Di sana bertemu seorang hafiz yang sudah dewasa. Mereka kagum melihat langsung kemampuan Musa , karena selama ini mereka cuma bisa melihatnya dari internet saja, " kata Hanafi.
Musa merasa tidak terbebani oleh gelar hafiz yang kini disandang. Sebagaimana layaknya bocah, ia sangat senang manakala disodori mainan. Selalu bergelayutan manja di kaki sang ayah, terlihat malu-malu ketika kebanjiran permintaan foto bersama oleh warga saat menghadiri sebuah acara keagamaan.
Lazimnya seorang bocah, Masa bermain juga menjadi keperluan yang tak bisa diabaikan. Untuk itu, setiap empat hari, orangtuanya meliburkan pelajaran menghafal Alquran dan memberikan Musa kesempatan bermain seharian.
Saat rehat menghafal, Musa bermain bersama dua adiknya, Luqman-Hindun serta teman-teman di sekitar rumah. Dari mainan mobil-mobilan, kereta dan bola. Musa sekolah dengan metode homeschooling.
"Sempat saya dengar ada komentar bahwa saya memporsir Musa. Musa seperti putra seumurannya. Ia tetap dikasih waktu untuk bermain dengan asupan gizi cukup. Tapi yang terpenting ia selalu belajar agama, terutama Alquran. “
Surat An Naas Diulang Ratusan Kali
Metoda untuk menjadikan Musa menjadi hafiz tidak serta merta yang dibayangkan kebanyakan orang. Sejak usia 2 tahun, ia telah mengenal huruf-huruf hijaiyah. Metodenya sangat sederhana. Ayahnya hanya menempel 1 atau 2 huruf hijaiyah di dinding untuk diulang-ulang oleh Musa.
Sesudah Musa hafal, Hanafi mulai memperdengarkan kaset murottal Alquran. Setiap kali, ia menyetel kaset tersebut Musa terlihat senang. Semangat berkobar untuk menirukan, kata pria 34 tahun itu mengenang.
Tetapi saat beranjak usia 3,5 tahun, Musa sempat merasa bosan. Tak lama berselang layaknya anak seumurannya, ia lebih suka bermain serta suka ngambek.
Musa yang kala itu masih balita selalu menangis ketika diajak mengaji. Namun apa yang ayahnya lakukan tetap saja memberikan Musa pelajaran menghafal Alquran dengan dibantu oleh penghafal Alquran, Sabilar Rosyad.
Pertama yang diajarkan pada Musa adalah surat An Naas. Lamanya waktu Musa untuk menghafal Qul a'udzu birobbinnaas (ayat pertama surat An Naas) butuh setidaknya satu pekan.
Saat berhasil menghafal ayat kedua, Musa lupa teknik ayat pertamanya, hingga hafalan harus diulang dari awal. Surat An Naas itu mungkin bisa ratusan kali diulang oleh ayahnya.
Metode talqin atau membacakan hafalan hanya dilakukan saat usia dua tahun dan sanggup hafal dua juz 'saja', juz 30 dan 29. Ayahnya mengajari Musa menghafal dari belakang, yakni juz 30 hingga juz 18. Kemudian, dia melanjutkan belajar menghafal mulai dari juz 1.
Di usia 4 tahun, Musa telah pandai membaca Alquran hingga proses hafalan jadi terasa ringan dari sebelumnya. Musa mulai dapat belajar mandiri. Setiap hari ia bisa menghafal 2,5 lembar (5 halaman) Al’quran untuk kemudian diperdengarkan di depan ayahnya.
Peran sang ibu, Yulianti sangat besar dalam membentuk Musa sebagai penghafal Alquran dan Hadis. Setiap hari Umi Yuli tidak pernah melewatkan waktu untuk mengajar Musa. Padahal, pekerjaan rumah tangga lainnyapun cukup berat namuntetap dijalani oleh sang bunda.
"Istri saya dalam mengajar Musa tidak pernah luput sehari. Bahkan lahirnya Musa tersebut sepulang dari menghadiri sebuah majelis taklim. Itu karena semangatnya pasangan hidup saya dalam mengajar Musa,“ kata Hanafi.
Orangtua Musa bukanlah hafiz. Mereka juga awalnya merasa tidak yakin jika putranya mampu. Namun, tekadnya dan sang istri memantapkan niat untuk menjadikan Musa menjadi seorang hafiz, karena Musa memiliki daya ingat yang paling kuat.
"Insya Allah saya dan istri bertekad untuk membesarkan Musa agar tetap konsisten. Agar Musa dapat bermanfaat untuk agama Islam dan umat Islam,“ kata pria berusia 34 tahun tersebut, yang mengharap bila kedua adik Musapun mengikut jejak sang kakak menjadi Hafiz.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar